Jumat, 31 Oktober 2008

Nasib guru swasta di sekolah kecil

Waktu kemarin aq, mba diya dan mba novi (teman Akta IV) bertandang ke salah satu SMK swasta di daerah Raya Darmo sebagai sekolah tujuan PPL kami, kami mendapat beberapa informasi mengenai dunia pendidikan dari sang Kepala Sekolah.


Di awal pertemuan, bapak Kepsek menanyakan kenapa kami ingin menjadi guru.
Menurut beliau, profesi guru tidak dapat menjamin kesejahteraan.
Lha??? Kan sudah ada program sertifikasi???
Tapi memang siy… banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapat sertifikasi sebagai seorang guru. Singkat kata, tidak mudah untuk mendapatkannya.


Balik ke sang bapak Kepsek. Seorang bapak yang terlihat sangat berwibawa, menyenangkan yang menerima kami dengan senang hati. Bapak Kepsek membuka ceritanya dengan mengisahkan ketika awal beliau menjadi guru. Oleh kepala sekolah saat itu, beliau dikatakan akan menerima honor guru sebesar Rp 9000,00 per jam mengajar. Saat itu sang bapak Kepsek direncanakan mendapat 20 jam ajar tiap minggunya.


Berhitunglah bapak Kepsek, Rp 9000,00 x 20 jam per minggu x 4 minggu = Rp 720.000,00 Gaji sang bapak tiap bulannya. Betapa senangnya beliau melihat hasil perhitungannya itu.
Saat akhir bulan, waktunya menerima gaji, bapak Kepsek diminta menandatangani kuitansi yang tertulis nominal diatasnya sebesar Rp 180.000,00.


Beliau tentu saja kaget, lalu ditanyakannya kepada kepala sekolah saat itu, yang kemudian dikatakan bahwa : memang itulah gaji yang ia terima. Gaji 1 bulan = Honor mengajar selama 1 minggu. Karena anggapannya, selain 1 minggu tersebut hanyalah pemberian tugas saja, jadi tidak mendapatkan honor mengajar.


Alamaakkk…!!!
Memang seperti itukah perhitungan gaji guru swasta??!!!
Ataukah karena ini adalah sebuah sekolah swasta kecil, dengan jumlah siswa yang sedikit, dan bukanlah sekolah swasta bertaraf tinggi, sehingga uang sekolah/SPP-nya pun kecil, dan setelah dikurangi biaya operasional sekolah maka hanya mampu membayar gaji guru-gurunya dengan perhitungan seperti itu..!


Di cerita sang bapak selanjutnya, beliau mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup, seorang guru terkadang harus mengajar di 2, 3 bahkan 4 sekolah dalam sehari.
Untuk guru bidang studi (guru di tingkat SMP dan SMA), banyaknya jam ajar yang ia miliki tergantung dari banyaknya kelas. Apabila dalam 1 minggu di satu sekolah seorang guru memiliki 10 jam ajar (dalam sehari mengajar sekitar 2 jam), maka apabila ia mengajar di 4 sekolah, berarti total jam ajar dalam seminggu = 40 jam, berarti pula dalam sehari ia mengajar sekitar 8 jam.
Lalu, berapakah yang ia dapat tiap bulannya?


Sang bapak Kepsek, kali ini mengumpamakan honor mengajar Rp 13.000,00 per jam.
Berarti, gaji yang diterima dalam 1 bulan = Rp 13.000,00 x 40 jam = Rp 520.000,00
So... untuk tiap bulan, ia mendapat Rp 520.000,00, diperoleh dengan mengajar selama 8 jam per hari (sudah cukup capek-lah) plus kelelahan karena wira-wiri 4 sekolah!!
Sang bapak Kepsek sendiri saat ini mengajar di 2 sekolah.


Sebagai informasi tambahan, (..masih anget niy..) honor mengajar untuk guru honorer di sekolah negeri di sidoarjo saat ini = Rp 16.000,00 per jam ajar.


Bapak Kepsek melanjutkan, sebenarnya tersedia tunjangan tambahan bagi guru, tapi syaratnya... seorang guru harus memiliki 45 jam ajar dalam seminggu. Nah sekarang ga banyak dunk yg seperti itu. Bisa dilihat sendiri di atas bagaimana usaha seorang guru bidang studi untuk mendapatkan 40 jam ajar seminggu.


Sang bapak Kepsek mengatakan, sistem pendidikan di Indonesia carut marut. Sekolah negeri bisa membuka kelas pagi-siang sehingga menyerap banyak siswa, dan sekolah-nya harus bersaing keras dengan sekolah-sekolah swasta lain. Sedangkan, kata sang bapak Kepsek, di sekolahnya beliau menerima siswa dari keluarga yang tidak mampu, anak tukang sapu, tukang becak; Sedangkan belum tentu sekolah swasta lainnya mau menerima mereka (terkait pembayaran SPP tentunya).
Lalu, ini berarti siswa tidak mampu harus pintar supaya bisa masuk ke sekolah negeri?!!
Untuk ini, kita tidak bisa melupakan bahwa faktor keluarga (faktor ekonomi) dan faktor lingkungan masyarakat akan berpengaruh terhadap kondisi belajar siswa. Mereka yang tidak mampu mungkin harus bekerja setelah pulang sekolah, sehingga waktu belajar mereka berkurang. Belum lagi kondisi di rumahnya dan kondisi lingkungannya yang bisa jadi kurang mendukung untuk belajar.


Bapak Kepsek juga menyedihkan perihal bantuan/subsidi dari pemerintah. Menurut bapak Kepsek, yang sering memperoleh subsidi adalah mereka sekolah-sekolah yang dikatakan telah mampu. Sedangkan sekolahnya, hanya mendapat subsisi berupa bantuan bahan praktik, yang nilainya mungkin tidak seberapa.
Hal mengenai gaji guru dan subsidi ini telah disampaikan kepada pengawas sekolah, namun hingga saat ini belum ada perubahan.


Harapan bapak Kepsek, pemberian subsidi diperhatikan sehingga benar-benar sekolah yang membutuhkan yang menerimanya.
Mengenai gaji guru swasta, harapan beliau gaji seluruh guru disamakan, seperti halnya guru negeri yang mendapat gaji pokok setiap bulannya, karena tugas mereka tiada bedanya.


Yach... walaupun sepertinya susah untuk ini, semoga ada solusi yang tepat dengan ditetapkannya anggaran negara 2009 sebesar 30% untuk pos pendidikan. Semoga pula ada perbaikan dalam mekanisme penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sehingga kesejahteraan seluruh guru terjamin, dan seluruh anak-anak dari keluarga tidak mampu dapat terus mengenyam pendidikan di bangku sekolah.


Lihat posting selanjutnya : Kepala sekolahku seorang pemulung

Tidak ada komentar: