Senin, 15 Desember 2008

PPL oh PPL

Alhamdulillah, selesai juga PPL-ku :)
yup, PPL, (entah apa kepanjangan sebenarnya tapi seperti KKN atau Kerja Praktek), yang aq tempuh di sebuah sekolah kejuruan swasta di daerah raya Darmo, berakhir per 12 Desember kemarin.

Aq ga sendiri PPL di sekolah ini, tapi bersama mba Diya dan mba Novi, temen di Widya Darma. Karena mba Diya dari jurusan yang sama denganku, kita kebagian mata pelajaran yang sama pula, that is Matematika, dan mengajarnya pun berdua.

Aq dan mba Diya diminta mengajar kelas 1 dan 2, plus bimbingan belajar untuk kelas 3 di hari sabtu jam ke-0.
Karena aq sm mba diya agak lupa materi matematika SMA, jd berbagi-lah kami..., aq yang belajar dan menyampaikan materi untuk kelas 1, sementara mba diya yang kelas 2. Jadi klo yang satu kasih materi di depan kelas, yang lain keliling diantara siswa.

Bersyukur banget dapat kesempatan untuk PPL di sini, dan bersama mba diya pula. Karena awalnya aq bener2 ga tau harus apa, harus gimana ngadepin anak2 SMA itu. Ada aja ulah mereka yang buat gregetan ^_^
Masa anak2 SMA adalah masa remaja, masa yang kompleks, di masa ini mereka ingin menunjukkan keberadaannya, eksistensinya (ngobrol disaat guru menerangkan termasuk upaya mereka untuk menunjukkan eksistensinya ^_^). Mereka juga dihadapkan pada berbagai norma : norma di keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam menunjukkan eksistensinya mereka dapat berbenturan dengan segala norma itu. Gampang-gampang susah untuk jadi guru anak SMA.

Nah, mba diya-lah yang dah ngajarin aq gimana jadi guru. Apa yang harus dilakukan atau dikatakan klo ada siswa yang ber-ulah, mba diya yang kasih contoh ^_^ Thank you berat ya mba...
Buat mba novi juga thanks berat, cuma klo aq ngikuti mba novi kayanya ga bisa dey, tidak sesuai dng karakterku, habis mba novi jadi guru yg (buat mereka) 'jahat'. Hahahaha...
yuuk... kata anak2 kelas 1, "belum apa-apa baru kenalan kok sudah jahat..."
hehehehe...

And in this page, i'd like to say : makasih banyak buat bapak kepala sekolah dengan cerita2nya yang sudah membuka mataku mengenai dunia pendidikan ini, buat bapak guru matematika, maaf pak, saya belum selesai mengajarkan materi logaritma ^_^ buat pak Gede, teman kuliah Akta IV yang telah mengijinkan kami mengajukan surat ijin PPL di sekolah ini, makasih banyak ya pak :)

but..., by the way busway..., walopun masa PPL udah selesai, aq dan mba diya masih diminta untuk ngajar bimbel, karena Bapak guru Matematika masih belum bisa mengajar di hari sabtu itu.
Sebenarnya siy sudah ada rasa sayang di hati ini buat mereka, jd pengin juga tetep kasih bimbel ke mereka, tapiiii... (dengan gayanya om dave di idola cilik), i wanna spend my time with my little hunie bunie!!! ^_~

Yach... buat mereka yang di kelas 3, smg mereka sukses di UNAS dan bisa meneruskan di PT atau segera dapat pekerjaan
buat yang di kelas 2, smg mereka akan lebih baik saat kelas 3 nanti ;)
buat yang di kelas 1, smg semangat mereka ga menguap saat kelas 2 dan kelas 3 nanti :D

Kisah 5 Rudy

(Dari milist K40)

-----------------------------------------------------

Saya ingat waktu di SMA dulu, kami (murid) harus menjalani test IQ untuk penjurusan. Sekolah saya menetapkan bahwa murid2 dengan IQ tinggi bisa masuk ke jurusan IPA/Science. Murid dengan IQ sedang hanya bisa masuk jurusan Sosial dan yang paling rendah IQnya hanya diijinkan untuk masuk ke jurusan Bahasa.

Aturan di sekolah saya ternyata berlawanan dengan aturan dari SMA swasta terkenal di Yogyakarta yang mengarahkan anak-anak yang ber IQ paling tinggi justru ke jurusan Bahasa.

Sewaktu saya diskusi dengan Romo Mangun Wijaya (Alm) tentang kurikulum sekolah, Beliau mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih mewarisi "budaya" kolonial Belanda.

Menurut beliau, seharusnya anak-anak yang kecerdasannya tinggi seharusnya diarahkan untuk masuk jurusan Sosial supaya di masa mendatang akan lahir ekonom, hakim, jaksa, pengacara, polisi, diplomat,
duta besar, politisi dsb yang hebat2. Tetapi rupanya hal itu tidak dikehendaki oleh penguasa (Belanda). Belanda menginginkan anak-anak yang cerdas tidak memikirkan masalah2 sosial politik. Mereka cukup diarahkan untuk menjadi tenaga ahli/scientist, arsitektur, ahli computer, ahli matematika, dokter, dsb yang asyik dengan science di laboratorium (pokoknya yang nggak membahayakan posisi penguasa). Saya nggak tahu persis yang benar Romo Mangun Wijaya atau pemerintah Belanda. Hanya saja waktu itu saya yang kuliah ambil jurusan Kurikulum jadi patah semangat karena kayaknya kurikulum di Indonesia ini hampir
tidak ada hubungannya dengan kehidupan yang akan dijalani orang setelah keluar dari sekolah.

Kita bisa lihat, Insinyur yang menjadi politisi bahkan memimpin parlemen,kemudian dokter (umum) bisa menjadi kepala Dinas P & K atau tenaga marketing, sarjana theologia yang jadi pengusaha, dsb.
Sampai saat ini,masih banyak orang tua dan masyarakat yang beranggapan bahwa anak yang hebat adalah anak yang nilai matematika dan science-nya menonjol.

Paradigma berpikir orang tua/masyarakat ini sangat mempengaruhi konsep anak tentang kesuksesan. Bulan Juni 2003 yang lalu, lembaga tempat saya bekerja mengadakan seminar anak-anak.

Di depan 800-an anak, Kak Seto Mulyadi (Si Komo) menunjukkan 5 Rudy.
- Yang Ke-1 : Rudy Habibie (BJ Habibie) yang genius, pintar bikin pesawat dan bisa menjadi presiden.
- Yang Ke-2 : Rudy Hartono yang pernah beberapa menjadi juara bulu tangkis kelas dunia.
- Yang Ke-3 : Rudy Salam yang suka main sinetron di TV
- Yang Ke-4 : Rudy Hadisuwarno yang ahli di bid.kecantikan dan punya byk salon kecantikan di bbrp kota.
- Yang Ke-5 : Rudy Choirudin yang jago masak dan sering tampil memandu acara memasak di TV.

Sewaktu Kak Seto bertanya,
"Rudy yang mana yang paling sukses menurut kalian?"

Hampir semua anak menjawab "Rudy Habibie"

Sewaktu ditanyakan "Mengapa, kalian bilang bahwa yang paling sukses Rudy Habibie?"

Anak-anakpun menjawab "Karena bisa membuat pesawat terbang, bisa menjadi presiden, dsb"

Sewaktu Kak Seto menanyakan "Rudy yang mana yang paling tidak sukses?"

Hampir seluruh anak menjawab "Rudy Choirudin"

Ketika ditanyakan "Mengapa kalian mengatakan bahwa Rudy Choirudin bukan orang yang sukses?"

Anak-anakpun menjawab "Karena Rudy Choirudin hanya bisa memasak"

Memang begitulah pola pikir dan pola asuh dalam keluarga dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang masih menilai kesuksesan orang dari karya-karya besar yang dihasilkannya. Masyarakat kita banyak yang belum bisa melihat kesuksesan adalah pengembangan talenta secara optimal sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan yang dijalaninya dengan "enjoy".

Banyak masyarakat kita yang beranggapan bahwa IQ adalah segala-galanya. Padahal kenyataannya EQ, SQ dan faktor2 lain juga sangat menentukan. Dalam seminar tsb Kak Seto hanya ingin merubah paragidma berpikir anak-anak (dan juga orang tua/keluarga). Anak-anak dan orang tua harus menyadari dan mensyukuri setiap talenta yang diberikan oleh Tuhan.

Bila talenta tersebut dikembangkan dengan baik, maka kita bisa mencapai kesuksesan di "bidangnya". Jadi untuk anak-anak yang tidak pintar matematika, anak2 tidak perlu minder dan orang tua tidak perlu malu
atau menekan anak. Anak-anak yang lebih menyukai pelajaran menggambar daripada pelajaran2 lain, bukanlah anak-anak yang bodoh karena justru anak2 yang punya imajinasi tinggilah yang pintar menggambar/ melukis.

Anak-anak yang suka ngobrol, kalau kita arahkan bisa saja kelak menjadi politisi atau negotiator yang baik.

Anak-anak yang banyak bicara, kalau diarahkan untuk menuliskan apa yang ingin dibicarakan bisa2 menjadi penulis yang hebat. *** Mbak Dwi Setyani juga mengingatkan kita untuk lebih memfokuskan pada kekuatan kita dari pada "wasting time" bersungut-sungut, hanya memikirkan kelemahan kita.

Saya pernah membaca pengalaman hidup seorang penyanyi di Amerika. Penyanyi tsb dulunya tidak PD karena wajahnya tidak terlalu cantik dan giginya tonggos. Saat menyanyi di pub, dia repot mengatur bibirnya supaya giginya yang tonggos tidak dilihat orang. Hasilnya: ia hanya bisa menghasilkan suara yang pas-pasan. Ketika temannya meyakinkan bahwa giginya yang tonggos itu bukanlah masalah, maka iapun bisa menyanyi dengan bebas dan meng-eksplore suara emasnya. Ternyata orang-orang mengingat penyanyi itu karena kualitas suaranya, bukan parasnya yang jelek dengan gigi tonggosnya.

*** Kitapun meyakini bahwa Tuhan menciptakan setiap kita (manusia)dengan maksud yang terbaik demi kemuliaan-Nya. Kalau saja kita meyakini hal tersebut, maka semua orang akan mensyukuri keadaan dan memanfaatkan talenta yang Tuhan berikan untuk kemuliaan-Nya.

Sumber: Anynomous

Rabu, 03 Desember 2008

Beda bayi dulu & bayi sekarang

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan jaman akan membawa perubahan dalam berbagai hal, termasuk diantaranya dalam hal perawatan bayi.


Jaman dulu, jamannya keponakan2ku (yg skrg umurnya sudah 4 tahun), jamanku, dan puluhan tahun silam, bayi yang baru lahir harus dipakaikan gurita, di-bedong setelah mandi, dan umur 1 bulan sudah dikasih makanan padat (bubur susu atau pisang).

Saat itu, tujuan pemakaian gurita adalah agar bayi tidak kedinginan, perutnya tidak besar atau pusarnya bodong. Sedangkan kain bedong, dipakai selain agar bayi tidak kedinginan, juga agar kaki bayi menjadi lurus (bayi baru lahir kakinya akan tampak melengkung).


Tapi jaman sekarang, pemakaian gurita dan kain bedong tidak dianjurkan dan bahkan tidak diperbolehkan lagi oleh Dokter spesialis anak/Bidan di Rumah Sakit. Saat ini juga telah dikenal ASIX (ASI Eksklusif) selama 6 bulan dan setelah itu baru boleh mendapatkan MPASI (Makanan Pendamping ASI). Maksudnya, bayi seharusnya hanya diberi ASI sampai usia 6 bulan, tidak diberi susu formula atau bahkan makanan padat/pendamping sebelum usianya mencukupi. Setelah 6 bulan, barulah bayi boleh diberi makanan pendamping selain terus diberikan ASI.


Adanya perbedaan-perbedaan tersebut tak jarang membawa polemik sendiri bagi ibu muda saat ini (mereka yang telah mendapatkan informasi ini), yaitu ketika mereka dihadapkan dengan orang tua/mertua mereka, yang notabene adalah person dari jaman dulu yang telah mempunyai pengalaman dengan anaknya dan tentunya ingin ikut merawat cucunya dengan cara yang sama seperti dulu :D

Untuk mengatasi polemik ini (kalau dibiarkan bisa jd stress jg lho! ^_^), cara yang efektif yang telah diuji oleh mom Mega (mom di miliser Hypno), adalah dengan mengajak orang tua/mertua mereka ke Dokter spesialis anak saat imunisasi. Disitu orang tua/mertua mereka dapat ikut mendengarkan penjelasan dari dokter (biasanya kalau anaknya sendiri yang menjelaskan, mereka masih tidak/kurang percaya ^_^).


Perkembangan jaman berarti pula perkembangan teknologi, perkembangan ilmu. Lembaga-lembaga kesehatan, diantaranya WHO, telah melakukan berbagai penelitian mengenai perkembangan ataupun kesehatan bayi dan anak. Dari hasil penelitian itulah, kemudian ditetapkan hal-hal tersebut di atas.


Mengenai gurita dan perut bayi besar/pusar bodong, dr. Eric Gultom, Sp.A. dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo mengatakan : ”Besar kecilnya perut ditentukan oleh ketebalan kulit, lemak kulit, dan otot perut yang sanggup menahan daya dorong isi perut atau usus keluar. Pada bayi, kulit maupun lemak dan ototnya masih tipis karena belum tumbuh, sehingga belum mampu menahan ususnya yang mendorong keluar. Jadilah si bayi kelihatannya seperti kembung, perutnya agak besar. Nanti, bila kulit dan lemak serta ototnya sudah lebih tebal, akan lebih sanggup menahan daya dorong tersebut. Jadi, tak akan gendut lagi, kecuali kalau makannya memang banyak”.


Begitu pula dengan pusar bodong, Menurut dr. Eric, bila perutnya membesar, tentu pusarnya akan menonjol. Tak demikian halnya setelah ketebalan kulit, lemak kulit, dan ototnya bertumbuh menjadi lebih tebal. Jikapun si bayi sampai punya pusar bodong, menurut Eric, karena bagian dari puntung tali pusatnya memang sejak awalnya/sejak lahirnya sudah lebih besar.

Jadi perut besar atau pusar bodong bukan karena bayi tidak dipakaikan gurita.


Mengenai gurita dan bayi tidak kedinginan, hal ini juga harus melihat hawa lingkungan dan juga kondisi bayi. Untuk di indonesia, hawanya cenderung panas, sehingga bila bayi dipakaikan gurita, tidak menutup kemungkinan bayi justru akan kepanasan, dan ini bisa berbuah biang keringat, terlebih lagi kulit bayi masih sangat sensitif.

Daya tahan bayi terhadap udara dingin adalah kurang lebih 5 derajat Celcius. Jadi, jika orang dewasa pada suhu udara 20 derajat Celcius sudah kedinginan, bayi belum merasakan kedinginan, karena untuk bayi suhu udara 20 derajat Celcius terasa hanya 25 derajat Celcius.


Lebih lanjut, pemakaian gurita yang terlalu ketat dapat mengganggu pernafasan bayi karena bayi bernafas dominan masih menggunakan pernafasan perut. Selain itu, pemakaian gurita dapat meningkatkan kejadian gastroesofageal refluks (GER), yaitu kembalinya makanan yang telah masuk ke dalam lambung/muntah. Hal ini menyebabkan bayi bisa mudah muntah sampai ia besar nanti.


Nasya sendiri, awalnya tidak aq pakaikan gurita, tapi setelah ada pesan oleh keluarga suami supaya dipakaikan gurita, akhirnya aq coba (sudah janji ke keluarga suami). Tapi setelah 3 mingguan, aq perhatikan Nasya suka muntah (menurutku itu muntah bukan gumoh, karena keluarnya tidak setelah mimik). Selepas itu, Nasya tidak pernah lagi aq pakaikan gurita.


Mengenai bedong dan kaki supaya lurus, dr. Eric mengatakan semua bayi kakinya memang akan tampak melengkung ketika lahir. Pasalnya, rongga rahim sangat terbatas ruangnya. Nah, agar si bayi cukup dalam rongga rahim, posisinya harus sedemikian rupa sehingga kedua tungkai dalam posisi bersila dan melengkung ke atas. Tentunya dalam posisi demikian selama 9 bulan, akan menyebabkan kedua tungkai penampilannya melengkung ketika lahir.
Tungkai yang melengkung ini berangsur-angsur akan lurus kembali sejalan dengan pertumbuhan bayi, kecuali bila ada faktor genetik dimana salah satu orang tua penampilan tungkainya tak lurus atau melengkung, maka dapat diturunkan pada anaknya.


Mengenai waktu pemberian makanan pendamping pada bayi, hal ini terkait dengan kesiapan organ pencernaan bayi. Dari hasil penelitian terbaru, organ pencernaan bayi dianggap siap menerima makanan pendamping setelah usia 6 bulan. Sebelumnya, hanya ASI yang cocok untuk lambung dan usus bayi.

Mengenai ASIX 6 bulan ini, perjuangannya cukup berat (akan dibahas di posting selanjutnya ^_^). Aq termasuk yang tidak berhasil dalam perjuangan itu, sehingga Nasya mimiknya dominan susu formula L Walaupun tidak berhasil ASIX, makanan pendamping sebaiknya tetap diberikan setelah usianya mencukupi.


Perihal perbedaan bayi dulu dan bayi sekarang, mungkin tidak terlepas dari faktor polusi di lingkungan kita (pernah baca artikel mengenai ini tapi lupa dimana, however, i do agree with this!)

Jaman semakin dewasa semakin berkembang, polusi juga semakin banyak. Asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik... Tak lupa faktor makanan, pengawet, pewarna, pemanis buatan... Udara kotor yang terhirup, makanan tak sehat yang masuk ke tubuh seorang ibu hamil, dapat mempengaruhi pembentukan janin di kandungannya.

Jadi, mungkin bayi baru lahir jaman dulu memang fisiknya lebih kuat dibandingkan bayi baru lahir jaman sekarang.


Tapi sepertinya bayi jaman sekarang lebih pinter lho..... :D
Nasya umur 3 bulan, sudah bisa pegang botol dot-nya sendiri kalau mimik.
Anak dari teman kerjaku umur 4 bulan, sudah bisa ngambil (ngrebut) botol dot yang dipegang ayahnya.

Perasaan dulu waktu jamannya keponakan2ku mereka belum bisa seperti itu dey :)

Mamaku juga heran banget sama tingkahnya Nasya itu :)


Sumber : mommygadget.com, sharing moms miliser Hypnobirthing